Pages

Jumat, 22 Maret 2013

Pendahuluan " OPTIK "

Optik merupakan bidang ilmu fisika yang mempelajari tentang cahaya. Dalam optika dipelajari sifat-sifat cahaya, hakikat cahaya, dan pemanfaatan sifat-sifat cahaya. Optika menerangkan dan diwarnai oleh gejala optis. Kata optik berasal dari bahasa Latinὀπτική, yang berarti tampilan.
 
 

Bidang optika biasanya menggambarkan sifat cahaya tampak, inframerah dan ultraviolet; tetapi karena cahaya adalah gelombang elektromagnetik, gejala yang sama juga terjadi di sinar-X, gelombang mikro, gelombang radio, dan bentuk lain dari radiasi elektromagnetik dan juga gejala serupa seperti pada sorotan partikel muatan (charged beam). Optik secara umum dapat dianggap sebagai bagian dari keelektromagnetan. Beberapa gejala optis bergantung pada sifat kuantum cahaya yang terkait dengan beberapa bidang optika hingga mekanika kuantum. Dalam prakteknya, kebanyakan dari gejala optis dapat dihitung dengan menggunakan sifat elektromagnetik dari cahaya, seperti yang dijelaskan oleh persamaan Maxwell.

Dewasa ini pandangan bahwa cahaya merupakan gelombang elektromagnetik umum diterima oleh kalangan ilmuan. Sejarah perkembangan optik dan cahaya dimulai dari bangsa Yahudi, Arab dan Romawi. Teori cahaya pada saat itu sifatnya masih spekulatif, baru pada periode kedua tori cahaya sudah disusun sesuai dengan eksperimen. Pada periode kedua itu muncul banyak pertentangan antara teori newton  dan huygens, namun pada periode ketiga teori newton tenggelam dan teori Huygens memperoleh tempat dan dapat dikembangkan oleh Thomas Young dan Maxwell.

Namum teori tersebut tidak dapat menjelaskan dengan baik peristiwa mikroskopis, antara lain peristiwa efekfotolistrik, sinar X dan sebagainya. Oleh karena itu seperti pada cabang-cabang ilmu fisika lainnya, konsep-konsep cahaya juaga mengalami perubahan radikal.

Bidang optika memiliki identitas, masyarakat, dan konferensinya sendiri. Aspek keilmuannya sering disebut ilmu optik atau fisika optik. Ilmu optik terapan sering disebut rekayasa optik. Aplikasi dari rekayasa optik yang terkait khusus dengan sistem iluminasi (iluminasi) disebut rekayasa pencahayaan. Setiap disiplin cenderung sedikit berbeda dalam aplikasi, keterampilan teknis, fokus, dan afiliasi profesionalnya. Inovasi lebih baru dalam rekayasa optik sering dikategorikan sebagai fotonika atau optoelektronika. Batas-batas antara bidang ini dan "optik" sering tidak jelas, dan istilah yang digunakan berbeda di berbagai belahan dunia dan dalam berbagai bidang industri.

Karena aplikasi yang luas dari ilmu "cahaya" untuk aplikasi dunia nyata, bidang ilmu optika dan rekayasa optik cenderung sangat lintas disiplin. Ilmu optika merupakan bagian dari berbagai disiplin terkait termasuk elektro, fisika, psikologi, kedokteran (khususnya optalmologi dan optometri), dan lain-lain. Selain itu, penjelasan yang paling lengkap tentang perilaku optis, seperti dijelaskan dalam fisika, tidak selalu rumit untuk kebanyakan masalah, jadi model sederhana dapat digunakan. Model sederhana ini cukup untuk menjelaskan sebagian gejala optis serta mengabaikan perilaku yang tidak relevan dan / atau tidak terdeteksi pada suatu sistem.

Di ruang bebas suatu gelombang berjalan pada kecepatan c = 3×108 meter/detik. Ketika memasuki medium tertentu (dielectric atau nonconducting) gelombang berjalan dengan suatu kecepatan v, yang mana adalah karakteristik dari bahan dan kurang dari besarnya kecepatan cahaya itu sendiri (c). Perbandingan kecepatan cahaya di dalam ruang hampa dengan kecepatan cahaya di medium adalah indeks bias n bahan sebagai berikut : n = cv

Teori Cahaya ( Part. II )

12. Christian Huygens (1629-1695 M)


Menurut Christian Huygens (1629-1695) seorang ilmuwan berkebangsaan Belanda, bahwa cahaya pada dasarnya sama dengan bunyi dan berupa gelombang. Perbedaan cahaya dan bunyi hanya terletak pada panjang gelombang dan frekuensinya.
Christiaan Huygens (Belanda). Dalam komunikasi dengan Academie des Science di Paris, dikemukakan teori gelombang Huygens itu cahaya (terbit dalam karyanya Traite de Lumiere pada tahun 1690). Ia menganggap bahwa cahaya ditransmisikan melalui-eter meresapi semua yang terdiri dari partikel elastik kecil, masing-masing dapat bertindak sebagai sumber sekunder wavelet. Atas dasar ini, Huygens banyak menjelaskan karakteristik propagasi dikenal cahaya, termasuk refraksi ganda dalam kalsit ditemukan oleh Bartholinus.
 Pada teori ini Huygens menganggap bahwa setiap titik pada sebuah muka gelombang dapat dianggap sebagai sebuah sumber gelombang yang baru dan arah muka gelombang ini selalu tegak lurus tehadap muka gelombang yang bersangkutan.
Pada teori Huygens ini peristiwa pemantulan, pembiasan, interferensi, ataupun difraksi cahaya dapat dijelaskan secara tepat, namun dalam teori Huygens ada kesulitan dalam penjelasan tentang sifat cahaya yang merambat lurus.

13. James Clerk Maxwell (1831 - 1879)

Percobaan James Clerk Maxwell (1831 - 1879) seorang ilmuwan berkebangsaan Inggris (Scotlandia) menyatakan bahwa cepat rambat gelombang elektromagnetik sama dengan cepat rambat cahaya yaitu 3×108 m/s, oleh karena itu Maxwell berkesimpulan bahwa cahaya merupakan gelombang elektromagnetik. Kesimpulan Maxwell ini di dukung oleh:
  • Seorang ilmuwan berkebangsaan Jerman, Heinrich Rudolph Hertz (1857 - 1894) yang membuktikan bahwa gelombang elektromagnetik merupakan gelombang tranversal. Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa cahaya dapat menunjukkan gejala polarisasi.
  • Percobaan seorang ilmuwan berkebangsaan Belanda, Peter Zeeman (1852 - 1943) yang menyatakan bahwa medan magnet yang sangat kuat dapat berpengaruh terhadap berkas cahaya.
  • Percobaan Stark (1874 - 1957), seorang ilmuwan berkebangsaan Jerman yang mengungkapkan bahwa medan listrik yang sangat kuat dapat mempengaruhi berkas cahaya.
Inti teori Maxwell mengenai gelombang elektromagnetik adalah:
·       Perubahan medan listrik dapat menghasilkan medan magnet.
·   Cahaya termasuk gelombang elektromagnetik. Cepat rambat gelombang ) dan permeabilitas & elektromagnetik (c) tergantung dari permitivitas ( (μ) zat. Menurut Maxwell, kecepatan rambat gelombang elektromagnetik dirumuskan sebagai berikut:


Ternyata perubahan medan listrik menimbulkan medan magnet yang tidak tetap besarannya atau berubah-ubah. Sehingga perubahan medan magnet tersebut akan menghasilkan lagi medan listrik yang berubah-ubah.
Proses terjadinya medan listrik dan medan magnet berlangsung secara sama dan menjalar kesegala arah. Arah getar vektor medan-bersama listrik dan medan magnet saling tegak lurus. Jadi gelombang elektromagnetik adalah gelombang yang dihasilkan dari perubahan medan magnet dan medan listrik secara berurutan, dimana arah getar vektor medan listrik dan medan magnet saling tegak lurus.
Dari seluruh teori-teori cahaya yang muncul dapat disimpulkan bahwa cahaya mempunyai sifat dual (dualisme cahaya) yaitu cahaya dapat bersifat sebagai gelombang untuk menjelaskan peristiwa interferensi dan difraksi tetapi di lain pihak cahaya dapat berupa materi tak bermassa yang berisikan paket-paket energi yang disebut kuanta atau foton sehingga dapat menjelaskan peristiwa efek fotolistrik.

14. Max Karl Ernst Ludwig Planck (1858 – 1947 M)


Teori kuantum pertama kali dicetuskan pada tahun 1900 oleh seorang ilmuwan berkebangsaan Jerman yang bernama Max Karl Ernst Ludwig Planck (1858 - 1947).
Dalam percobaannya Planck mengamati sifat-sifat termodinamika radiasi benda-benda hitam hingga ia berkesimpulan bahwa energi cahaya terkumpul dalam paket-paket energi yang disebut kuanta atau foton. Dan pada tahun 1901 Planck mempublikasikan teori kuantum cahaya yang menyatakan bahwa cahaya terdiri dari peket-paket energi yang disebut kuanta atau foton. Akan tetapi dalam teori ini paket-paket energi atau partikel penyusun cahaya yang dimaksud berbeda dengan partikel yang dikemukakan oleh Newton . Karena foton tidak bermassa sedangkan partikel pada teori Newton memiliki massa.

15. Albert Einstein


          
Pernyataan Planck ternyata mendapat dukungan dengan adanya percobaan Albert Einstein pada tahun 1905 yang berhasil menerangkan gejala fotolistrik dengan menggunakan teori Planck. Fotolistrik adalah peristiwa terlepasnya elektron dari suatu logam yang disinari dengan panjang gelombang tertentu. Akibatnya percobaan Einstein justru bertentangan dengan pernyataan Huygens dengan teori gelombangnya.Pada efek fotolistrik, besarnya kecepatan elektron yang terlepas dari logam ternyata tidak bergantung pada besarnya intensitas cahaya yang digunakan untuk menyinari logam tersebut. Sedangkan menurut teori gelombang seharusnya energi kinetik elektron bergantung pada intensitas cahaya.

16. Wilhelm Conrad Röntgen (1845-1923 M)


       
Wilhelm Conrad Röntgen ialah fisikawan Jerman. Pada tahun 1895, saat mengadakan percobaan dengan aliran arus listrik dan tabung gelas yang dikosongkan sebagian (tabung sinar katode), Rontgen mengamati bahwa potongan barium platinosianida yang berdekatan melepaskan sinar saat tabung itu dioperasikan. Ia merumuskan teori bahwa saat sinar katode (elektron) menembus dinding gelas tabung, beberapa radiasi yang tak diketahui terbentuk yang melintasi ruangan, menembus bahan kimia, dan menyebabkan fluoresensi. Pengamatan lebih lanjut mengungkapkan bahwa kertas, kayu, dan aluminum, di antara bahan lain, transparan pada bentuk baru radiasi ini. Ia menemukan bahwa itu mempengaruhi plat fotografi, dan, sejak tidak secara nyata menunjukkan beberapa sifat cahaya, seperti refleksi atau refraksi, secara salah ia berpikir bahwa sinar itu tak berhubungan pada cahaya. Dalam pandangan pada sifat tak pasti itu, ia menyebut fenomena radiasi X, walau juga dikenal sebagai radiasi Rontgen. Ia mengambil fotografi sinar-X pertama, dari bagian dalam obyek logam dan tulang tangan istrinya.

17. Rene Descartes (1596-1650 M)


         
Di desa La Haye-lah tahun 1596 lahir jabang bayi Rene Descartes, filosof, ilmuwan, matematikus Perancis yang tersohor. Waktu mudanya dia sekolah Yesuit, College La Fleche.
Descartes menjelaskan hukum pelengkungan cahaya (yang sesungguhnya sudah ditemukan oleh Willebord Snell). Dia juga mempersoalkan masalah lensa dan pelbagai alat-alat optik, melukiskan fungsi mata dan pelbagai kelainan-kelainannya serta menggambarkan teori cahaya yang hakekatnya versi pemula dari teori gelombang yang belakangan dirumuskan oleh Christiaan Huygens. Tambahan keduanya terdiri dari perbincangan ihwal meteorologi, Descartes membicarakan soal awan, hujan, angin, serta penjelasan yang tepat mengenai pelangi. Dia mengeluarkan sanggahan terhadap pendapat bahwa panas terdiri dari cairan yang tak tampak oleh mata, dan dengan tepat dia menyimpulkan bahwa panas adalah suatu bentuk dari gerakan intern. (Tetapi, pendapat ini telah ditemukan lebih dulu oleh Francis Bacon dan orang-orang lain). Tambahan ketiga Geometri, dia mempersembahkan sumbangan yang paling penting dari kesemua yang disebut di atas, yaitu penemuannya tentang geometri analitis. Ini merupakan langkah kemajuan besar di bidang matematika, dan menyediakan jalan buat Newton menemukan Kalkulus.

18. Witelo


        
Witelo (Silesia). Menyelesaikan Perspectiva yang ditakdirkan untuk tetap menjadi teks standar pada optik selama beberapa abad. Diantara hal-hal lain, Witelo dijelaskan metode machining cermin parabolik dari besi dan dilakukan pengamatan yang cermat pada pembiasan. Dia mengakui bahwa sudut refraksi tidak sebanding dengan sudut datang tapi tidak menyadari refleksi internal total

19. Theodoric
Theodoric (Dietrich) dari Freiberg. Theodoric menjelaskan pelangi sebagai konsekuensi dari refraksi dan refleksi internal individu dalam hujan. Dia memberi penjelasan atas munculnya primer dan sekunder busur tetapi, berikut gagasan sebelumnya, ia menganggap warna muncul dari kombinasi dari kegelapan dan kecerahan dalam proporsi yang berbeda


20. Johannes Kepler
         
           
          Johannes Kepler (Jerman). Dalam bukunya Iklan Vitellionem Paralipomena, Kepler menyarankan bahwa intensitas cahaya dari sumber titik berbanding terbalik dengan kuadrat jarak dari sumber, bahwa cahaya dapat diperbanyak melalui jarak yang tak terbatas dan bahwa kecepatan propagasi yang tak terbatas. Dia menjelaskan visi sebagai konsekuensi dari pembentukan sebuah gambar pada retina oleh lensa mata dan benar menggambarkan penyebab panjang-sightedness dan kepicikan.
         Dalam karyanya Dioptrice, Kepler disajikan penjelasan tentang prinsip-prinsip yang terlibat dalam mikroskop lensa konvergen divergen / dan teleskop. Dalam risalah yang sama, ia menyarankan agar teleskop bisa dibangun dengan tujuan konvergen dan lensa mata konvergen dan menggambarkan kombinasi lensa yang nantinya akan menjadi dikenal sebagai lensa tele. Ia menemukan pantulan internal total, namun tidak dapat menemukan hubungan yang memuaskan antara sudut datang dan sudut bias.

Teori Cahaya ( Part.I )


Berikut beberapa teori tentang cahaya menurut para ahli...
1. Euclid 

Euclid (Alexandria) Dalam nya Optica ia mencatat bahwa perjalanan cahaya dalam garis lurus dan menjelaskan hukum refleksi. Dia percaya bahwa visi akan melibatkan sinar dari mata ke obyek terlihat dan ia mempelajari hubungan antara ukuran jelas dari objek dan sudut-sudut yang mereka subtend di mata. Hero (juga dikenal sebagai Heron) di Alexandria. Dalam karyanya Catoptrica, Hero menunjukkan dengan metode geometri bahwa jalan sebenarnya yang diambil oleh sebuah sinar cahaya dipantulkan dari sebuah cermin pesawat yang lebih pendek daripada jalur tercermin lain yang mungkin diambil antara sumber dan titik pengamatan

2. Robert Grosseteste 

Robert Grosseteste (Inggris) scholarum. Magister dari Universitas Oxford dan pendukung pandangan bahwa teori harus dibandingkan dengan observasi, Grosseteste menganggap bahwa sifat cahaya memiliki arti khusus dalam filsafat alam dan menekankan pentingnya matematika dan geometri di mereka belajar. Dia percaya bahwa warna terkait dengan intensitas dan bahwa mereka memperpanjang dari putih menjadi hitam, putih yang paling murni dan berbaring di luar merah dengan hitam tergeletak di bawah biru. pelangi itu menduga sebagai akibat refleksi dan refraksi cahaya matahari oleh lapisan dalam 'awan berair' tapi pengaruh tetesan individu tidak dianggap. Dia memegang melihat, bersama dengan orang-orang Yunani sebelumnya, bahwa visi melibatkan emanasi dari mata ke objek yang dirasakan. 

3. Roger Bacon 

Roger Bacon (Inggris). Seorang pengikut Grosseteste di Oxford, Bacon diperpanjang pekerjaan Grosseteste di optik. Ia menganggap bahwa kecepatan cahaya terbatas dan bahwa disebarluaskan melalui media dengan cara yang analog dengan propagasi suara. Dalam karyanya Opus Maius, Bacon menggambarkan studinya atas perbesaran benda kecil dengan menggunakan lensa cembung dan menyarankan agar mereka bisa menemukan aplikasi di koreksi penglihatan yang rusak. Dia menghubungkan fenomena pelangi untuk refleksi sinar matahari dari hujan individu.

4. Al-Kindi
  
Ilmuwan Muslim pertama yang mencurahkan pikirannya untuk mengkaji ilmu optik adalah Al-Kindi (801 M – 873 M). Hasil kerja kerasnya mampu menghasilkan pemahaman baru tentang refleksi cahaya serta prinsip-prinsip persepsi visual. 
Secara lugas, Al-Kindi menolak konsep tentang penglihatan yang dilontarkan Aristoteles. Dalam pandangan ilmuwan Yunani itu, penglihatan merupakan bentuk yang diterima mata dari obyek yang sedang dilihat. Namun, menurut Al-Kindi penglihatan justru ditimbulkan daya pencahayaan yang berjalan dari mata ke obyek dalam bentuk kerucut radiasi yang padat.

5. Ibnu Sahl
 Sarjana Muslim lainnya yang menggembangkan ilmu optik adalah Ibnu Sahl (940 M – 100 M). Sejatinya, Ibnu Sahl adalah seorang matematikus yang mendedikasikan dirinya di Istana Baghdad. Pada tahun 984 M, dia menulis risalah yang berjudul On Burning Mirrors and Lenses (pembakaran dan cermin dan lensa). 

Dalam risalah itu, Ibnu Sahl mempelajari cermin membengkok dan lensa membengkok serta titik api cahaya.
Ibnu Sahl pun menemukan hukum refraksi (pembiasan) yang secara matematis setara dengan hukum Snell. Dia menggunakan hukum tentang pembiasan cahaya untuk memperhitungkan bentuk-bentuk lensa dan cermin yang titik fokus cahanya berada di sebuah titik di poros.

6. Ibnu Haytham

 Ilmuwan Muslim yang paling populer di bidang optik adalah Ibnu Al-Haitham (965 M – 1040 M). Menurut Turner, Al-Haitham adalah sarjana Muslim yang mengkaji ilmu optik dengan kualitas riset yang tinggi dan sistematis. “Pencapaian dan keberhasilannya begitu spektakuler,” puji Turner.

Sang ilmuwan Muslim ini meyakini bahwa sinar cahaya keluar dari garis lurus dari setiap titik di permukaan yang bercahaya. Selain itu, Al-Haitham memecahkan misteri tentang lintasan cahaya melalui berbagai media melalui serangkaian percobaan dengan tingkat ketelitian yang tinggi. Keberhasilannya yang lain adalah ditemukannya teori pembiasan cahaya. Al-Haitham pun sukses melakukan eksperimen pertamanya tentang penyebaran cahaya terhadap berbagai warna.

Ia pun mencetuskan teori tentang berbagai macam fenomena fisik seperti bayangan, gerhana, dan juga pelangi. Ia juga melakukan percobaan untuk menjelaskan penglihatan binokular dan memberikan penjelasan yang benar tentang peningkatan ukuran matahari dan bulan ketika mendekati horison. Ibnu Haytham menyatakan bahwa objek yang dilihat mengeluarkan cahaya yang kemudian ditangkap mata sehingga bisa terlihat.

Secara detail, Al-Haitham pun menjelaskan sistem penglihatan mulai dari kinerja syaraf di otak hingga kinerja mata itu sendiri. Ia juga menjelaskan secara detil bagian dan fungsi mata seperti konjungtiva, iris, kornea, lensa, dan menjelaskan peranan masing-masing terhadap penglihatan manusia. Al-Haitham juga mencetuskan teori lensa pembesar.  
 
7. Kamal Al-Din Al-Farisikama
Kitab Tanqih merupakan pendapat dan pandangan al-Farisi terhadap buah karya Ibnu Haytham. Dalam pandangannya, tak semua teori optik yang diajukan Ibnu Haytham menemukan kebenaran. Guna menutupi kelemahan teori Ibnu Haytham, al-Farisi Al-Farisi lalu mengusulkan teori alternatif. Sehingga, kelemahan dalam teori optik Ibnu Haytham dapat disempurnakan

Salah satu bagian yang paling penting dalam karya al-Farisi adalah komentarnya tentang teori pelangi. Ibnu Haytham sesungguhnya mengusulkan sebuah teori, tapi al-Farisi mempertimbangkan dua teori yakni teori Ibnu Haytham dan teori Ibnu Sina (Avicenna) sebelum mencetuskan teori baru. Teori yang diusulkan al-Farisi sungguh luar biasa. Ia mampu menjelaskan fenomena alam bernama pelangi menggunakan matematika.

Menurut Ibnu Haytham, pelangi merupapakan cahaya matahari dipantulkan awan sebelum mencapai mata. Teori yang dicetuskan Ibnu Haytham itu dinilainya mengandung kelemahan, karena tak melalui sebuah penelitian yang terlalu baik. Al-Farisi kemudian mengusulkan sebuah teori baru tentang pelangi. Menurut dia, pelangi terjadi karena sinar cahaya matahari dibiaskan dua kali dengan air yang turun. Satu atau lebih pemantulan cahaya terjadi di antara dua pembiasan.

Al-Farisi membuktikan teori tentang pelanginya melalui eksperimen yang luas menggunakan sebuah lapisan transparan diisi dengan air dan sebuah kamera obscura," kata J. J O'Connor, dan E.F. Robertson dalam karyanya bertajuk "Kamal al-Din Abu'l Hasan Muhammad Al-Farisi". Al-Farisi pun diakui telah memperkenalkan dua tambahan sumber pembiasan, yaitu di permukaan antara bejana kaca dan air. Dalam karyanya, al-farisi juga menjelaskan tentang warna pelangi. Ia telah memberi inspirasi bagi masyarakat fisika modern tentang cara membentuk warna.

Para ahli sebelum al-Farisi berpendapat bahwai warna merupakan hasil sebuah pencampuran antara gelap dengan terang. Secara khusus, ia pun melakukan penelitian yang mendalam soal warna. Ia melakukan penelitian dengan lapisan/bola transparan. Hasilnya, al-Farisi mencetuskan bahwa warna-warna terjadi karena superimposition perbedaan bentuk gambar dalam latar belakang gelap.

"Jika gambar kemudian menembus di dalam, cahaya diperkuat lagi dan memproduksi sebuah warna kuning bercahaya. Selanjutnya mencampur gambar yang dikurangi dan kemudian sebuah warna gelap dan merah gelap sampai hilang ketika matahari berada di luar kerucut pembiasan sinar setelh satu kali pemantulan," ungkap al-Farisi.

Penelitiannya itu juga berkaitan dengan dasar investigasi teori dalam dioptika yang disebut al-Kura al-muhriqa yang sebelumnya juga telah dilakukan oleh ahli optik Muslim terdahulu yakni, Ibnu Sahl (1000 M) dan Ibnu al-Haytham (1041 M). Dalam Kitab Tanqih al-Manazir , al-Farisi menggunakan bejana kaca besar yang bersih dalam bentuk sebuah bola, yang diisi dengan air, untuk mendapatkan percobaan model skala besar tentang tetes air hujan.

Dia kemudian menempatkan model ini dengan sebuah kamera obscura yang berfungsi untuk mengontrol lubang bidik kamera untuk pengenalan cahaya. Dia memproyeksikan cahaya ke dalam bentuk bola dan akhirnya dikurangi dengan beberapa percobaan dan penelitian yang mendetail untuk pemantulan dan pembiasan cahaya bahwa warna pelangi adalah sebuah fenomena dekomposisi cahaya.


8. Al Hasan
Al Hasan (965-1038) mengemukakan pendapat bahwa mata dapat melihat benda-benda di sekeliling karena adanya cahaya yang dipancarkan atau dipantulkan oleh benda-benda yang bersangkutan masuk ke dalam mata. Teori ini akhirnya dapat diterima oleh orang banyak sampai sekarang ini.

 
 9. Sir Isaac Newton

Sir Isaac Newton (1642-1727) yang mendukung pendapat Al Hasan merupakan ilmuwan berkebangsaan Inggris yang mengemukakan pendapat bahwa dari sumber cahaya dipancarkan partikel-partikel yang sangat kecil dan ringan ke segala arah dengan kecepatan yang sangat besar. Bila partikel-partikel ini mengenai mata, maka manusia akan mendapat kesan melihat benda tersebut.
                  Tabel Opticks
Alasan dikemukakanya teori ini adalah sebagai berikut:
  • Karena partikel cahaya sangat ringan dan berkecepatan tinggi maka cahaya dapat merambat lurus tanpa terpengaruh gaya gravitasi bumi.
  • Ketika cahaya mengenai permukaan yang halus maka cahaya akan akan dipantulkan dengan sudut sinar datang sama dengan sudut sinar pantul sehingga sesuai dengan hukum pemantulan Snellius. Peristiwa pemantulan ini dijelaskan oleh Newton dengan menggunakan bantuan sebuah bola yang dipantulkan di atas bidang pantul.
  • Alasan berikutnya adalah pada peristiwa pembiasan cahaya yang disamakan dengan peristiwa menggelindingnya sebuah bola pada papan yang berbeda ketinggian yang dihubungkan dengan sebuah bidang miring. Dari permukaan yang lebih tinggi bola digelindingkan dan akan terus menggelinding melalui bidang miring sampai akhirnya bola akan menggelinding di permukaan yang lebih rendah. Jika diamati perjalanan bola, maka sebelum melewati bidang miring lintasan bola akan membentuk sudut α terhadap garis tegak lurus pada bidang miring. Setelah melewati bidang miring lintasan bola akan membentuk sudut β terhadap garis tegak lurus pada bidang miring. Jika permukaan atas dianggap sebagai udara dan permukaan bawah dianggap sebagai air serta bidang miring merupakan batas antara udara dan air, gerak bola dianggap sebagai jalannya pembiasan cahaya dari udara ke air, maka Newton menganggap bahwa kecepatan cahaya dalam air lebih besar dari pada kecepatan cahaya dalam udara.

10. Jean Focault 

 
Jean Focault (1819 - 1868) melakukan percobaan tentang pengukuran kecepatan cahaya dalam berbagai medium. Dalam percobaannya Jeans Focault mendapatkan kesimpulan bahwa kecepatan cahaya dalam air lebih kecil dari pada kecepatan cahaya dalam udara.